Pemeriksaan Fisik Sistem
Kardiovaskuler
Pemeriksaan fisik
adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu
sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Urutan pemeriksaan
berjalan secara logis dari kepala ke kaki, dan bila telah terlatih dapat
dilakukan hanya dalam waktu sekitar 10 menit : (1) keadaan umum, (2) tekanan
darah, (3) nadi, (4) tangan, (5) kepala dan leher, (6) jantung, (7) paru, (8)
abdomen dan (9) kaki serta tungkai.
Dalam pemeriksaan
selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasil pemeriksaan normal,
juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan fisik yang meliputi
antara lain : batas jantung yang melebar, adanya berbagai variasi abnormal
bunyi jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).
1. Keadaan Umum
Observasi tingkat
distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan dijelaskan. Evaluasi
terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting dilakukan
karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu mencapai otak
(perfusi otak). Kesadaran klien perlu dinilai secara umum yaitu compos mentis,
apatis, somnolen, sopor, soporokomatous, atau koma.
2. Pemeriksaan Tekanan Darah
Tekanan darah adalah
tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan volume, laju
serta kekentalan (viskositas) darah. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai
rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic, dengan nilai dewasa
normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Teknik penggukuran tekanan darah
meliputi :
• Manset
spignomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan pada arteri
brakialis pada permukaan ventral siku agak bawah manset spigmomanometer.
• Tekanan dalam
spigmomanometer dinaikkan dengan memompa udara ke dalam manset sampai denyut
radial dan brachial menghilang. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30
mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial kemudian tekanan didalam
spigmomanometer di turunkan secara perlahan.
• Pada saat denyut
nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang tercantum pada skala
spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
• Suara denyyutan
nadi selanjutnya agak keras dan tetap terdengar sekeras itu sampai suatu saat
denyutannya melemah atau menghilang sama sekali. Suara denyutan terakhir adalah
tekanan diastolic.
3. Pemeriksaan Nadi
Palpasi
Penilaian palpasi meliputi frekuensi, irama, kualitas, konfigurasi gelombang, dan keadaan pembuluh darah.
Frekuensi jantung
normal
Usia
|
Frekuensi jantung (denyut/menit)
|
Bayi
|
120-160/mnt
|
todler
|
90-140/mnt
|
Prasekolah
|
80-110/mnt
|
Usia sekolah
|
75-100/mnt
|
Remaja
|
60-90/mnt
|
Dewasa
|
60-100/mnt
|
Irama
Secara normal irama
merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap denyut nadi atau jantung.
Bila irama nadi tidak teratur, maka frekuensi jantung harus dihitung dengan
melakukan auskultasi denyut apikal selama satu menit penuh sambil meraba denyut
nadi. Setiap perbadaan antara kontraksi yang terdengar dan nadi yang teraba
harus dicatat. Gangguan irama (disritmia) sering mengakibatkan defisit nadi, suatu perbedaan antara
frekuensi apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung) dan
frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter atrium, kontraksi ventrikel
premature dan berbagai derajat blok jantung.
Kekuatan nadi
Kekuatan atau amplitudo
dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke dinding arteri pada
setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah arterial yang
mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan nadi tetap sama pada setiap denyut
jantung.
0 tidak ada,
tidak dapat dipalpasi
1+ nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang
2+ mudah dipalpasi, nadi normal
3+ nadi penuh, meningkat
4+ kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang
4. Tangan
Pada pasien jantung,
yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk diperhatikan saat
memeriksa ekstremitas atas :
· Sianosis
perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan kecepatan
aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi hemoglobin
mengalami desaturasi. Normal terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara
dingin, atau pada penurunan aliran darah patologis, misalnya, syok jantung.
· Pucat, dapat
menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
· Waktu
pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill Time), merupakan dasar
memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji pengisian kapiler,
tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian lepaskan dengan cepat. Secara
normal, reperfusi terjadi hampir seketika dengan kembalinya warna pada jari.
Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang melambat,
seperti terjadi pada gagal jantung.
· Temperatur
dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom. Normalnya tangan
terasa hangat dan kering. Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab.
Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf
simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi.
· Edema
meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
· Penurunan
turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
· Penggadaan
(clubbing) jari tangan dan jari kaki menunjukkan desaturasi hemoglobin
kronis, seperti pada penyakit jantung congenital.
5. Pemeriksaan Vena Jugularis
Perkiraan fungsi
jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati denyutan vena jugularis di leher.
Ini merupakan cara memperkirakan tekanan vena sentral, yang mencerminkan
tekanan akhir diastolic atrium kanan atau ventrikel kanan (tekanan sesaat
sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena jugularis diinspeksi untuk mengukur
tekanan vena yang dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk
menerima darah dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel
kanan untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner.
Teknik :
• Minta klien berbaring telentang dengan kepala di tinggikan 30
sampai 45 derajat (posisi semi-Fowler)
• Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan
bantal untuk meluruskan kepala.
Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk
memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting.
• Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien
kembali ke posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai meningkat
diatas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm disaat klien mencapai sudut 45
derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut
Louis dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang dapat
dilihat.
• Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa
dengan ujung area pulsasi si vena jugularis. Kemudian ambil penggaris
sentimeter dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut
sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.
• Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral
lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan.
Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.
6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure Cardiac”
terdapat penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium,
di antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung
.
Adanya
Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis, kelainan
jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna, hipertrofi
atau dilatasi ventrikel.
Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.
Ictus
Cordis
Pada
orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut ictus cordis pada intercostal V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi
ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm,
dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada
waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar,
kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus
keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi
ke dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela
iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra
sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan,
pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium.
Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada
punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher
bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
Palpasi
Impuls
apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normlanya terasa sebagai denyutan
ringan, dengan diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula digunakan untuk
mengetahui ukuran dan kualitasnya. Bila impuls apical lebar dan kuat, dinamakan
sembulan (heave) atau daya angkat ventrikel kiri. Dinamakan demikian karena
seolah “mengangkat” tangan dari dinding dada selama palpasi.
PMI
abnormal. Bila PMI terletak dibawah ruang interkostal V atau disebelah lateral
garis medioklavikularis, penyebabnya adalah pembesaran ventrikel kiri karena
gagal jantung kiri. Secara normal, PMI hanya teraba pada satu ruang
interkostal. Bila PMI dapat teraba pada dua daerah yang terpisah dan gerakan
denyutannya paradoksal (tidak bersamaan), harus dicurigai adanya aneurisma
ventrikel.
Disamping
adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak
tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising
jantung (murmur) yang kuat pada waktu auskultasi sehingga dapat di palpasi. Thrill
juga dapat dipalpasi diatas pembuluh darah bila ada obstruksi aliran darah yang
bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada penyempitan
(stenosis) katup aorta. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian
pula lokasinya.
Perkusi
Kegunaan
perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru
terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas
jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Pada
keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium
sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar,
kemungkinan akibat aneurisma aorta.
Untuk
menentukan batas kiri jantung lakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
Batas jantung kiri memanjang dari garis medioklavikularis di ruang interkostal
III sampai V. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relative
kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Batas
kanan terletak di bawah batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi.
Pembesaran jantung baik ke kiri maupun ke kanan biasanya akan terlihat. Pada beberapa orang yang dadanya sangat tebal
atau obes atau menderita emfisema, jantung terletak jauh dibawah permukaan dada
sehingga bahkan batas kiri pun tidak jelas kecuali bila membesar.
Auskultasi Jantung
Pemeriksaan
auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung dan gesekan
pericard.
Bunyi
Jantung
Untuk
mendengar bunyi jantung, perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung, tentukan
bunyi jantung S1 dan S2, intensitas bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya bunyi
jantung S3 dan bunyi jantung S4, irama dan frekuensi bunyi jantung, dan bunyi
jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
1.
Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi
bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
-
Ictus cordis untuk mendengar bunyi
jantung yang berasal dari katup mitral
-
Intercostal II kiri untuk mendengar
bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
-
Intercostal III kanan untuk mendengar
bunyi jantung yang berasal dari aorta
-
Intercostal IV dan V di tepi kanan dan
kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup trikuspidal.
Tempat-tempat
auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis dari
katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke
dinding dada.
2.
Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada
orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
- Bunyi jantung I (S1),
ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah
tanda mulainya fase sistole ventrikel. Bunyi jantung I di dengar bertepatan
dengan
terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
- Bunyi jantung II (S2),
ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya
fase diastole ventrikel.
3.
Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas
bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan adanya cairan
dalam rongga pericard.
Intensitas
dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang
terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di
daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar
daripada bunyi jantung I.
4. Perhatikan pula kualitas bunyi jantung
Pada
keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan
pada keadaan normal. Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal
ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan
dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed
splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan
Right Bundle branch Block (RBBB).
5. Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi
jantung IV
Bunyi
jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir
pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung.
Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan
patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung dan
myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut
sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi
jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi
atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada
orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan
hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik
gallop.
6. Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama
dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal
irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhythmia cordis.
Frekuensi
bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari
100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali
per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang
irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat,
keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang
susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung
sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal
sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut
extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir
pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa
aorta, atau stenosa pulmonal.
7. Paru
Temuan
yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi :
- Takipnea.
Napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada pasien yang mengalami
gagal jantung atau kesakitan, atau yang sangat cemas.
- Respirasi chyne-stokes.
Pasien yang menderita gagal ventrikel kiri berat dapat memperlihatkan
pernapasan chyne-stokes, yang
ditandai dengan napas cepat berseling dengan periode apnea.
- Hemoptitis.
Sputum yang berbusa merah muda menunjukkan adanya edema pulmo akut.
- Batuk.
Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil sering dijumpai
pada pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
- Krekels.
Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan tirah baring,
belatan karena nyeri iskemia, atau efek obat penghilang nyeri dan penenang
sering mengakibatkan krekels.
- Mengi. Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan interstitial paru dapat mengakibatkan mengi.
8. Abdomen
Pada
pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan
- Refluks
hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat
penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan.
Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan, dan halus. Refluks
hepatojuguler dapat diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30
sampai 60 detik dan akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis
sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan ketidakmampuan sisi kanan jantung
menanggapi kenaikan volume.
- Distensi kandung
kemih. Haluaran urin merupakan indikator fungsi
jantung yang penting. Maka penurunan haluaran urin merupakan temuan
signifikan yang harus diselidiki untuk menentukan apakah penurunan
tersebut merupakan penurunan produksi urin (yang terjadi bila perfusi
ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil.
9. Kaki dan Tungkai
Kebanyakan
pasien yang menderita penyakit jantung mengalami juga penyakit vaskuler
perifer, atau edema perifer akibat gagal ventrikel kanan. Maka pada semua
pasien jantung penting dikaji sirkulasi sirkulasi arteri perifer dan aliran
balik vena.
Prosedur dan Tes Diagnostik
Tes Laboratorium
·
Enzim
jantung. Analisis enzim jantung dalam plasma merupakan bagian
dari profil diagnostik untuk mendiagnosa infark miokard.
·
Kimia
darah. Meliputi profil lemak, elektrolit serum, kalium
serum, nitrogen urea darah, dan glukosa.
Sinar-X Dada dan Fluoroskopi
Pemeriksaan
sinar-x dilakukan untuk menentukan ukuran, kontur dan posisi jantung.
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya klasifikasi jantung dan pericardial
dan menunjukkan adanya perubahan fisiologis sirkulasi pulmonal.
Pemeriksaan
fluoroskopi dapat memberikan gambaran visual jantung pada luminescent x-ray screen. Pemeriksaan ini memperlihatkan denyutan
jantung dan pembuluh darah serta sangat tepat untuk mengkaji kontur jantung
yang tidak normal.
Elektrokardiografi
Elektrokardiogram
(EKG) mencerminkan aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai sudut
pada permukaan kulit. Elektokardiografi terutama sangat berguna untuk
mengevaluasi kondisi yang berbeda disbanding fungsi normal, seperti gangguan
kecepatan dan irama, gangguan hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung,
adanya infark miokard, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah
tes ultrasound non invasive yang
digunakan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Alat
ini sangat berguna untuk mendiagnosa dan membedakan berbagai murmur jantung.
Suatu ekokardiogram dapat menunjukkan apakah jantung mengalami dilatasi dinding
atau septum mengalami penebalan, atau adanya efusi pericardial. Teknik ini juga
digunakan untuk mempelajari gerakan katup jantung prostetik.
Tes Toleransi Latihan
Tes
Toleransi Latihan (ETT) adalah cara nonvasive untuk mengkaji berbagai aspek
fungsi jantung. Dengan mengevaluasi aksi jantung selama stress fisik, respons
jantung terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dapat ditentukan.
Kateterisasi Jantung
Kateterisasi
jantung adalah prosedur diagnostik invasive dimana satu atau lebih kateter
dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan dalam
berbagai kamar jantung dan untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah.
Kateter jantung paling sering digunakan untuk mengkaji patensi arteri koronaria
pasien dan untuk menentukan terapi yang diperukan.
Angiografi
Kateterisasi jantung biasanya dilakukan barsama
angiografi, suatu tekhnik
memasukkan media kontras kedalam sistem pembuluh
darah untuk
menggambarkan jantung dan pembuluh darah.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddath. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah, Ed 8 Vol 2.
Jakarta: EGC
Candrawati, Susiana. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler. In http://www.scribd.com/doc/16636735/Pemeriksaan-Fisik-kardiovaskuler [16 April 2011]
Candrawati, Susiana. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler. In http://www.scribd.com/doc/16636735/Pemeriksaan-Fisik-kardiovaskuler [16 April 2011]
http://www.scribd.com/doc/20827789/BAB-I diakses pada tanggal 14 April 2011
Guyton & Hall. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran, Ed 11. Jakarta: ECG
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, Ed 4 Vol 1. Jakarta: EGC
0 komentar:
Posting Komentar